Pelatihan Keripik PiLek di Banjarnegara

Hari Sabtu, 29 Juni 2019 telah dilaksanakan kegiatan pelatihan pengolahan pisang di desa Leksana Kecamatan Karangkobar – Banjarnegara. Peserta pelatihan sejumlah 8 orang, perwakilan dari dusun Tamansari dan Wanasari. Pengisi pelatihan adalah Dr. Joko Nugroho K.W., STP., M.Eng dibantu oleh 3 mahasiswa Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM. Pelatihan dilaksanakan di rumah ketua kelompok tani Mekar Sari. Pelatihan pengolahan pisang merupakan bagian dari kegiatan Pengabdian Masyarakat UGM dibawah koordinasi Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si (dosen Fakultas Kehutanan), dengan anggota Dr. Ngadisih, STP., M.Sc (dosen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM) dan M. Chrisna Satriagasa, M.Sc (dosen Fakultas Kehutanan UGM).

Persiapan bahan

Secara geografis, desa Leksana terletak di bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Merawu – Banjarnegara. Kerusakan DAS Merawu telah menjadi isu nasional, karena alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian kentang (pertanian). Desa-desa yang terletak di hulu DAS memiliki fungsi lindung, melalui peran hutan sebagai pengatur tata air sehingga tidak terjadi banjir pada saat hujan dan kekeringan ketika kemarau. Ektensifikasi lahan pertanian kentang saat ini mulai terjadi hingga ke desa-desa yang terletak di bagian tengah DAS, termasuk desa Leksana. Kearifan lokal agroforestri yang dimiliki masyarakat Leksana mulai terkisis oleh ektensifikasi pertanian kentang. Dalam rangka menurunkan laju ektensifikasi, maka agroforestri harus dioptimalkan dalam mendukung ekonomi masyarakat sekitarnya. Salah satu upaya yang ditempuh adalah diversifikasi produk agroforestri.

Pengolahan Keripik Pisang

Tanaman pisang banyak dijumpai di pekarangan ataupun lahan pertanian di desa Leksana, ditanam di sela-sela tanaman sengon dan tanaman sayuran. Selama ini pisang dijual sesaat setelah panen dengan harga berkisar Rp 10.000 – Rp 15.000 per tandan. Warga diajak untuk mengolah pisang menjadi keripik, sale, dan tepung sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Dr. Hatma berharap agar masyarakat tetap mempertahankan agroforestri, karena produk yang dihasilkan kurang lebih sama dengan sistem pertanian kentang.

Kontributor: Ngadisih

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.